Senin, 17 September 2012

Cinta adalah CINTA..


Inilah sebuah kata yang memiliki sejuta makna dari mereka yang sedang mengalaminya. Orang bisa tertawa karena cinta, menangis karena cinta, gila dan bersikap aneh karena cinta, bahkan bunuh diri karena cinta. Namun cinta juga bisa mengubah seseorang menjadi luar biasa..

Cinta adalah ekspresi ungkapan kata jiwa. Cinta lahir sebagai wujud kasih sayang Tuhan kepada makhluk-Nya. Maka cinta itu adalah anugerah dari Sang Maha Pecinta.
Cinta adalah sebuah perasaan terdalam
Sebuah perasaan yang datang mengharu biru jiwa
Dan ketika kesucian cinta kau dapatkan
Kebahagian terkekal pun kau genggam

Cinta membuat mu menjadi seorang pujangga
Yang akan mungkin membuatmu membuat untaian puisi
Menggoreskan nya di jantung langit
Dengan meminjam warna pelangi
Untuk menggoreskan isi hati

Cinta adalah sebuah perasaan kerinduan
Datang menyergap di setiap ketinggian malam
Membuat badan panas dan kedinginan
Namun kita terlalu memujakan

Cinta adalah sebuah kejujuran
Tentang bahasa kalbu yg terungkap oleh helai tubuh
Tentang sebuah satiran yg terkena sembilu
Namun kita terlalu menginginkan

Dan Cinta adalah sebuah anugerah terindah
Rahmat Sang pencipta kepada umatnya
Dan biarkan rasa itu mendekam pada setiap jiwa manusia
Karena cinta adalah cinta

-Nurul Ayu Fitriyanti-

Jumat, 14 September 2012

Semester baru.. Semangat baru..


Di awal semester 5 ini gue semangat banget, naik semester, jumlah SKS bertambah, semakin cepat lulus, semakin dekat dengan kesuksesan yang udah ditakdirkan Allah buat hidup gue. Amiiiin..
Keliahatannya sih materi perkuliahannya nggak semakin mudah, justru semakin rumit, semakin njelimet dan semakin pengen nangis untuk bisa dapat nilai A. Tapi, diiringi do’a dan usaha, gue percaya Allah nggak akan membiarkan hamba-Nya down to earth gara-gara frustasi untuk lulus mata kuliah fisika. Hehehe..
Dan inilah gue dengan keyakinan super tinggi tingkat nirwana, gue bisa melewati semester ini dengan hasil yang luar biasa membanggakan. Insya Allah. Amiiiiin. Semangat dari siapa lagi yang paling maknyus selain semangat dari diri sendiri. Karena bagi gue, percaya pada Kuasa Tuhan itu adalah kunci yang paling utama, oleh karena itu gue nggak pernah lelah memohon dan percaya pada Tuhan atas setiap impian dan harapan-harapan gue.
Welcome to my mind area, haiii Electricity Measurement Equipments, Modern Physics, Research Metodologies, Electricity and Magnetism, Physics Laboratory II, Computer II, Assesment and Evaluation, Telaah Kurikulum Fisika SMA 1, Physics History, and Optics.

I’m going on long journey..
Success........


-Nurul Ayu Fitriyanti-

Sabtu, 08 September 2012

ShortStory :: Masih Ada Aku Disisimu

Masih Ada Aku Disisimu


Pagi yang indah di Asrama Cannopuzz Dunn. . .
Suasana pagi ini begitu cerah, secerah mentari yang tersenyum ramah menyinari permukaan bumi. Walaupun jarum jam masih menunjukkan pukul 06.30 pagi, namun suasana di asrama Cannopuz Dunn yang terletak di wilayah Jakarta Barat tersebut tampak riuh. Bukan karena ada keributan, tapi karena setiap harinya anak-anak yang tinggal di asrama SLB tersebut sudah terbiasa memulai aktivitasnya sejak pukul 5 pagi.
“Auuu... kkkhhh” terdengar teriakan seorang gadis disuasana pagi itu. Teriakan gadis yang cukup keras itu kontan membuat Bagas gelagapan dan tergopoh-gopoh mencari sumber suara. Bagas yang berdiri dengan dibantu tongkat itu harus bersusah payah membantu gadis itu bangkit dari jatuhnya. “Ya ampun Rara, kamu kenapa?” Tanya Bagas dengan penuh perhatian, sembari berusaha membangunkan tubuh Rara. Bagas lah yang selalu memberi perhatian lebih terhadap Rara, begitu juga Rara yang selalu memberi perhatian lebih kepada Bagas. Ya karena mereka bersahabat.
“Aku.. Aduh kakiku sakit. Gak bisa digerakin Gas..” jawab Rara sambil sesenggukan karena menangis.
Yaa sudah jangan nangis lagi, ku bantu kamu berdiri ya.” Dengan susah payah Bagas membantu Rara berdiri, apalagi untuk menuntunnya menuju kamarnya. Terang saja, Bagas berjalan harus dibantu tongkat karena kakinya tidak sempurna seperti anak laki-laki seusianya sedangkan Rara harus meraba-raba setiap berjalan karena matanya tidak dapat melihat, sekarang ia lebih merasa kepayahan lagi ketika kakinya terkilir. Baru saja mereka berjalan sekitar 20 meter, Rara terjatuh lagi, ia sudah tidak sanggup lagi berjalan dengan keadaan kakinya yang terasa sangat sakit. Akhirnya pun mereka tetap tertatih menuju kamar Rara.
“Tunggu ya Ra, aku panggilin Ny Cecil dulu, beliau pasti lebih tahu cara merawat kamu.” Ucap Bagas setelah menuntun Rara ke kamarnya.
Tidak lama kemudian Bagas datang bersama Ny Cecil dengan langkah terburu-buru karena khawatir dengan keadaan Rara. Kaki Rara yang terkilir diurut lembut dengan penuh kasih sayang oleh Ny Cecil. Ny Cecil adalah ibu bagi seluruh penghuni asrama itu, terlebih lagi bagi Rara karena dulu Ny Cecil lah yang membawa Rara ke asrama itu.

************

Hari ini adalah hari Senin, seperti biasa tidak ada yang berbeda dari aktivitas di asrama itu. Anak-anak sedang berada di kelas masing-masing untuk mengikuti pelajaran. Dan kebetulan pada hari itu, asrama sedang kedatangan tamu. Sesosok laki-laki paruh baya yang berpenampilan rapi, di kawal oleh beberapa pengawalnya menyusuri asrama Cannopuz Dunn didampingi oleh Ny Cecil.
          Dan tepat di depan kelas anak-anak tuna netra tiba-tiba lelaki itu menghentikan langkahnya, matanya tertuju kepada sosok gadis mungil berambut panjang yang sedang memainkan biola.
“Ny Cecil, siapa nama anak yang sedang bermain biola itu?” Laki-laki itu mengalihkan pandangannya ke arah Ny Cecil dengan mengharap jawaban dari mulut Ny Cecil.
“Oh Rara maksud Tuan.” Jawab Ny Cecil santun.
“Jadi anak itu namanya Rara, bisa kita berbincang sejenak? Ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan mengenai gadis itu?”
“Dengan senang hati Tuan. Mari kita menuju ruangan saya di ujung sana.” Jawab Ny Cecil dengan senyum manis yang teraut dari wajah tuanya yang masih terlihat ayu.
“Baiklah kalau begitu silakan kalian menunggu saya di depan! Saya ingin berbicara empat mata dengan Ny Cecil.” Kali ini lelaki itu berbicara pada kedua pengawalnya.
“Baik, Tuan. Permisi.” Sahut salah satu pengawalnya.
Lelaki itu adalah salah satu donator tetap bagi asrama Cannopuz Dunn. Tidak heran karena ia merupakan pengusaha sukses ternama di kota tersebut. Tumben lelaki itu datang langsung untuk memberikan donansinya, biasanya ia selalu menitipkan kepada asistennya untuk mengantarkan bantuan.
“Jadi apa yang ingin Tuan tanyakan mengenai Rara?” ucap Ny Cecil setelah menyilakan tamunya duduk dan menyuguhkan minuman.
Apa cacat anak itu sampai ia tinggal di asrama ini? Dan mengapa ia sampai ada di asrama ini?”
“Rara tuna netra sejak bayi, Tuan. Lima belas tahun yang lalu saya menemukannya di bawah pohon besar di samping sana.” Sambil menunjuk pohon besar yang ada di samping ruangan Ny Cecil. “Pada malam itu saya mendengar suara tangisan bayi yang menjadi-jadi, kemudian saya mencari sumber suara tangisan tersebut dan ternyata ada di dalam keranjang di bawah pohon itu. Langsung saja saya membawanya ke asrama ini, saya merawatnya sejak kecil sampai saat ini. Dan lagi di dalam keranjang bayinya saya menemukan sebuah kalung yang bertuliskan nama Rara. Saya pikir itu adalah nama yang disiapkan orang tuanya bagi bayi itu. Maka itulah saya memanggilnya Rara. Maaf Tuan, kalau boleh saya tahu, ada apa Tuan bertanya tentang asal-usul Rara?”
“Jika Nyonya tidak keberatan, bolehkan saya melihat kalung yang Nyonya temukan di keranjang bayi itu?”
Tentu saja kalung itu melingkar manis di leher Rara, jika tuan mau menunggu saya akan memintanya sebentar kepada Rara di ruangan tadi.”
“Baiklah saya akan menunggu”. Sahutnya singkat. Tidak lama kemudian Ny Cecil kembali duduk di kursinya semula sembari menyodorkan sebuah kalung yang bertuliskan nama Rara.
“Yaa tidak salah lagi, ini adalah kalung yang dulu pernah ku berikan kepada Rara putri ku. Apa itu artinya gadis kecil yang ku lihat tadi adalah cucu ku? Lalu siapa yang membuangnya ke bawah pohon itu? Bukannya dulu Indra bilang bahwa anak yang dilahirkan istrinya meninggal dunia sejak dalam kandungan.” Lelaki itu terus membatin dalam hati tanpa mengeluarkan sepatah kata pun dan pandangan matanya pun tidak beralih dari kalung di tangan keriputnya.
“Tolong Nyonya jangan ceritakan apapun mengenai hal ini kepada Rara!” Pinta lelaki itu.
“Baik Tuan, saya tidak akan menceritakan apapun kepada Rara.”

*************

“Bagas, aku ingin sekali bisa melihat seperti kamu.” Kemudia Rara berdiri dari duduknya lalu memutar badan dengan membentangkan tangannya. “Dunia ini pasti indah, seperti yang kamu bilang dunia ini penuh warna warni, ada bunga, kupu-kupu, pohon, gunung, langit, bintang dan bulan, ada kamu dan Ny Cecil, tapi bagi ku semuanya gelap dan aku nggak bisa melihat bentuk apapun.”
Bagas pun berdiri dari duduknya, meraih tangan Rara lalu berkata “Di dunia ini nggak ada yang sempurna Ra. Aku memang bisa melihat tapi aku kehilangan kaki sebelah kiri ku dan kamu punya kaki yang lengkap. Kita patut bersyukur dengan apapun yang kita miliki sekarang karena ini semua adalah Karunia Tuhan. Ingat Ra, keindahan itu tidak dilihat dari luarnya saja, tapi keindahan lebih terasa indah jika dinimakti dengan hati.
“Iya aku tahu Gas, aku bersyukur dengan kehidupanku. Mungkin aja aku masih lebih beruntung dibanding teman-teman kita di luar sana yang hidupnya jauh lebih susah daripada kita. Tapi aku nggak akan nolak kalau aku mendapat kesempatan untuk bisa melihat.”
Aku juga nggak akan menolak kalau aku dapat kesempatan untuk bisa berjalan lagi dengan kedua kaki ku.”
“Mungkin nggak ya Gas aku bisa melihat dan kamu bisa berjalan dengan kedua kaki mu lagi?”
“Semuanya mungkin Ra, selama Tuhan mau berkehendak pasti ada kemungkinan itu. Ra, ada bintang jatuh. Kata orang-orang kalau ada bintang jatuh kita boleh berdo’a memohon apa yang kita inginkan dan bintang itu akan menyampaikan prmohonan kita kepada Tuhan agar do’a kita cepat terkabul. Ayo Rara cepat ber’doa!” Bagas sangat antusias melihat sinar di langit bergerak ke bawah tersebut yang dipercayainya sebagai bintang jatuh yang dapat menyampaikan permohonan kepada Tuhan atas do’anya.
“Ya Tuhan, Rara minta agar ada keajaiban yang membuat Rara bisa melihat. Dan untuk Bagas agar bisa berjalan lagi dengan kedua kakinya. Bintang jatuh, tolong sampaikan permohonan Rara kepada Tuhan ya. Rara mohon!” Rara setengah berteriak menyampaikan permohonannya kepada bintang jatuh dan Bagas hanya melongo melihat sahabatnya itu sangat bersemangat menyampaikan permohonannya. “Ayo Bagas, giliran kamu lagi yang berdo’a!” dengan cepat ia menyenggol badan Bagas yang berdiri di sampingnya.
“Tuhan, Bagas mohon kabulkanlah permohonan Rara.”
Belum saja Bagas selesai mengucapkan permohonannya, tiba-tiba suara Ny Cecil yang sangat khas terdengar oleh kedua anak itu. “Semoga bintang jatuh itu menyampaikan permohonan kalian kepada Tuhan ya anak-anak.” Sembari terus melangkah menuju kedua anak-anak itu.
“Ohh ada Ny Cecil.” Ucap Bagas
“Amiiin nyonya, semoga Tuhan mengabulkan do’a kami.” Sahut Rara.
“Dan sepertinya Tuhan memang akan segera mengabulkan do’a Rara.”
“Maksud Nyonya?” sahut Rara dan Bagas berbarengan, tentu saja dengan terkejut.
“Maksud saya, keajaiban itu memang benar-benar datang. Rara, kalau kamu mau minggu depan kita berangkat ke Belanda untuk menjalani operasi mata kamu.”
“Benarkah nyonya? Rara tidak sedang bermimpi kan?”
“Tidak Rara, ini nyata, Ny Cecil membawa kabar bagus.” Jawab Bagas dengan penuh kebahagiaan.
Rara sangat bahagia karena keajaiban itu benar-benar datang padanya. Tidak henti-hentinya ia bersyukur, setelah Ny Cecil menjelaskan mengenai keberangkatan mereka ke Belanda.
“Aku nggak sabar deh Gas nunggu dua minggu lagi berangkat ke Belanda untuk operasi mata.”

*************

Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba, hari ini Rara dan Ny Cecil akan berangkat ke Belanda. Rara sedih harus berpisah dengan Bagas, sudah berkali-kali Rara menangis karena tidak mau berpisah dengan Bagas. Namun Bagas terus meyakikan Rara agar tetap mau berangkat. “Rara, bukannya ini impian kamu sejak dulu. Kamu sering bilang sama aku kalau kamu ingin sekali bisa melihat. Nahh ini kesempatan emas buat kamu supaya bisa melihat lagi. Jangan disia-siakan!” Bujuk Bagas.
Tepat pada tanggal 24 November 2005, Rara beserta Ny Cecil berangkat ke Belanda. “Hati-hati Rara, jangan pernah lupakan aku ya? Dan kamu harus janji suatu saat nanti kamu harus datang lagi ke sini menemui aku.” Itulah kata-kata perpisahan yang diucapkan Bagas sebelum Rara berangkat. “Aku berjanji akan menemui kamu lagi di sini Gas. Janji!” ucap Rara.
“Nyonya, sebenarnya siapa yang berbaik hati kepada Rara sampai-sampai berkenan memberangkatkan kita ke Belanda untuk operasi mata? Dan kenapa harus jauh-jauh ke Belanda?” Tanya Rara kepada Ny Cecil sepanjang perjalanan mereka ke bandara.
“Nanti kamu akan tahu sendiri siapa orang yang berbaik hati padamu sebut saja beliau Mr Smith dan kenapa harus ke Belanda karena di sana kamu bisa mendapatkan hasil yang lebih maksimal. Berdo’a saja!” Jawab Ny Cecil dengan senyum manisnya, tentu saja tidak dapat dilihat oleh Rara.

**********

Belanda, 2005
Hari ini operasi mata Rara akan dilaksanakan. Rara berdo’a tidak ada henti-hentinya berharap agar operasinya berhasil. Ny Cecil pun dengan setia menunggu di depan kamar operasi, sudah 3 jam operasi berlangsung, namun belum ada satupun dokter yang keluar dari kamar operasi tersebut.
Setelah menunggu selama 6 jam, akhirnya operasi mata Rara selesai juga, dan Ny Cecil bisa tenang setelah mendengar pernyataan dokter bahwa operasi mata Rara berjalan lancar dan besok perban mata Rara sudah bisa dibuka.
Pada keesokan harinya perban mata Rara dibuka, bayangan pertama yang dapat ditangkap oleh mata Rara adalah sosok wanita paruh baya, dengan senyum yang manis sedang melambaikan tangan di depan wajah Rara. Rara pun berseru, “Rara bisa melihat. Ny Cecil kau kah itu?” Rara tampak begitu bahagia. Begitu juga Ny Cecil yang sangat terharu melihat Rara, langsung saja Ny Cecil memeluk tubuh mungil Rara. Dan Dokter juga nampak begitu puas dengan hasil kerjanya.
“Nyonya benar, dunia ini indah. Penuh warna-warni. Rara bisa melihat semuanya dengan jelas.”
Syukurlah Rara, sekarang kamu sudah bisa melihat. Saya begitu bahagia.”
Beberapa hari setelah operasi, Ny Cecil meminta kepada Rara agar mau melanjutkan sekolahnya di Belanda. Itupun permintaan dari Mr Smith. Dan Rara tidak menolak, Rara akan tumbuh dan berkembang di Negeri Paman Sam itu.
Mr Smith sudah mempersiapkan semua keperluan Rara dan Ny Cecil di Belanda, sekolah baru Rara, tempat tinggal baru serta mobil yang dapat digunakan Ny Cecil untuk mengantar jemput Rara sekolah serta untuk keperluan lainnya.
Tepat di sebelah rumah mereka ada sebuah rumah sederhana yang berdiri kokoh dengan desain interior yang sangat indah. Ternyata yang tinggal di rumah tersebut adalah seorang mahasiswa asal Indonesia.
Setelah beberapa hari menempati rumah itu, baru kali ini Rara bertemu dengan penghuni rumah cat abu-abu tersebut. Namanya Andre dan ia memiliki perawakan yang tinggi serta atletis. Nampaknya ia rajin berolahraga. Walaupun baru saja kenal tapi mereka sudah terlihat akrab, mereka juga jadi sering bertemu karena sering jogging dan berangkat bersama-sama. Tentunya Rara ke sekolah dan Andre ke universitasnya yang terletak tidak jauh dari sekolah Rara.

************ 

Belanda, 2007…
Weekend kali ini digunakan Rara dan Andre untuk jalan-jalan keliling kota Belanda. Pertama-tama mereka berjalan menyusuri taman di dekat rumah mereka, sepanjang jalan mereka berbincang-bincang sembari menikmati sejuknya udara pagi. Walaupun sudah lama kenal namun baru kali ini mereka membicarakan hal-hal pribadi masing-masing. Andre menceritakan suka dukanya selama 2 tahun di Belanda serta tentang keluarganya di Indonesia yang tinggal di kota Bandung. Rara juga menceritakan kisahnya di asrama, tidak lupa ia menceritakan Bagas, laki-laki yang selalu ada di dalam benaknya. Semua hal dari yang besar sampai yang kecil pun menjadi perbincangan menarik bagi mereka.
Mereka meneruskan perjalanan sampai ke jalan besar di kota tersebut. Andre bermaksud untuk mengajak Rara ke salah satu toko roti di deretan pertokoan yang berjajar megah di seberang jalan sana. Andre pun menggandeng tangan Rara dan bermaksud mengajak Rara menyeberang, namun ia tidak waspada bahwa ada sebuah mobil yang sedang melaju kencang ke arah mereka. Rara yang melihat hal tersebut langsung saja mendorong tubuh Andre agar terhindar dari tubrukan mobil, namun sayang justru ia tidak sempat menyelamatkan tubuhnya sendiri. Akhirnya tubuh Rara yang terhempas akibat tertabrak mobil tersebut.
Sudah tiga belas hari Rara koma di rumah sakit dan belum sadar sama sekali. Andre dan Ny Cecil lah yang selalu ada di samping Rara, pagi, siang dan malam. Mereka terus berdo’a untuk kesembuhan Rara. Andre merasa berhutang nyawa kepada Rara, karena Rara telah menyelamatkan nyawanya. Di samping itu Andre juga merasa bersalah karena jika saja ia lebih berhati-hati ketika hendak menyeberang mungkin kecelakaan ini tidak akan terjadi.
Pada hari keduapuluh, Rara tersadar dari komanya, ia dapat membuka matanya dan sedikit demi sedikit dapat berbicara. Sangat disayangkan, dari kedua orang yang ada di sampingnya, tidak ada satupun yang dikenalinya, ia juga tidak tahu mengapa sekarang terbaring di tempat itu. Jika ditanya apakah Rara hilang ingatan? Jawabannya ya Rara hilang ingatan. Karena kepalanya terlalu keras membentur trotoar, menyebabkannya amnesia seperti saat ini.
Banyak cara yang dilakukan Ny Cecil serta Andre agar Rara bisa mengingat lagi masa lalunya, namun sia-sia. Tetap saja tidak ada satupun yang dapat diingatnya. Sekarang yang ia tahu hanyalah ia tinggal bersama Ny Cecil dan memiliki teman yang bernama Andre. Ny Cecil menceritakan semua kejadian ini kepada Mr Smith, dan ia sangat terkejut. Namun di samping itu Mr Smith juga merasa menemukan jalan agar dapat berkumpul bersama Rara, cucu yang sangat disayanginya.
Akhirnya Rara dan Ny Cecil diminta kembali ke Indonesia. Kali ini Mr Smith yang datang langsung untuk menjemput mereka. Mr Smith memperkenalkan diri di hadapan Rara sebagai kakeknya, Rara pun mengiyakan karena pada saat ini semua yang didengarnya pasti dianggapnya memang benar. Kenyataannya Mr Smith memanglah kakeknya.
Sekembalinya ke Indonesia, Rara langsung diajak ke asrama Cannopuz Dunn. Diharapkan asrama itu dapat mengembalikan ingatannya sedikit demi sedikit. Namun hasilnya nihil, tidak ada yang dapat diingatnya dari asrama itu. Ny Cecil pun buru-buru mencari Bagas, mungkin saja Rara bisa mengingat Bagas. Setelah dicari-cari Bagas tidak ada, ternyata Bagas sudah kembali kepada orang tuanya dan tidak lagi tinggal di asrama itu. Pupuslah harapan Ny Cecil untuk mempertemukan Rara dengan Bagas.

***********

Kini Rara tidak lagi tinggal di asrama Cannopuz Dunn. Rara sudah kembali tinggal bersama keluarga kandungnya, tinggal bersama kakek dan neneknya. Sedangkan orang tua kandungnya sendiri memilih untuk tinggal di Perancis sejak Rara dilahirkan, tepatnya ketika ayah kandung Rara mengatakan bahwa bayi yang dikandung istrinya sudah meninggal sejak di dalam kandungan. Kini mereka hidup bahagia.
Rara disekolahkan oleh kakeknya di SMA 30 Jakarta Barat, sebagai murid baru di kelas 3 IPA 2. Rara dapat diterima dengan baik oleh teman-teman sekelasnya, karena Rara adalah gadis yang cantik, ramah dan cerdas pula.
Benarkah yang ku lihat itu adalah Rara sahabatku? Sejak kapan dia kembali dari Belanda? Dia benar-benar cantik dan menarik. Batin Bagas ketika melihat anggota baru di kelasnya. Kini kaki Bagas tidak lagi pincang, ia memakai kaki palsu, sehingga nampak seperti laki-laki normal pada umumnya. “Rara, aku tahu itu kamu, Rara sahabtku. Tapi apakah kamu tahu aku adalah Bagas sahabatmu?” Bagas hanya bisa bertanya dalam hatinya sendiri.
Bagas merasa pesimis untuk memperkenalkan diri sebagai sahabatnya ketika di asrama dulu, bahkan untuk menyapa Rara saja ia tidak berani. Rara kini benar-benar berbeda, sangat cantik, menjadi primadona di sekolahnya. Sedangkan Bagas hanyalah laki-laki biasa yang tidak memiliki kelebihan apa-apa yang dapat dibanggakan di depan Rara, itulah yang membuat Bagas tidak berani untuk mendekati Rara. “Bagaimana jika ternyata dia tidak ingat padaku dan menganggap aku mengada-ada? Kemudian dia mempermalukan aku di depan teman-teman akan hal tersebut? Oh Tuhan, aku tidak mau hal tersebut terjadi.”
“Hai, kenalin aku Rara. Nama kamu siapa?” ucap Rara ketika menghampiri Bagas yang sedang duduk seorang diri di bangku panjang di depan kelas mereka sembari mengulurkan tangan kanannya.
Lho kok dia memperkenalkan diri ke aku? Dia juga menanyakan namaku, bukannya kita sudah saling kenal? Akrab malah. Apa Belanda benar-benar sudah membuatnya lupa padaku? Bagas terdiam mendengar ucapan Rara barusan, ia sangat terkejut.
“Heiii, kamu kok bengong sih?” Rara heran melihat laki-laki yang diajaknya bicara itu bukannya menjawab pertanyaannya eh malah bengong begitu.
“Ohh.. Ehh iyaa, namaku Bagas. Silakan duduk!” Sahut Bagas dengan terbata. Kemudian menarik nafas panjang.
Ooo Bagas, kamu kenapa kok kaya ngeliat hantu gitu? Oya, aku kan murid baru di sini dan lagi aku juga baru di Indonesia kamu mau kan membantu aku mengenalkan lingkungan sekolah ini?”
Baru di Indonesia? Bukannya selama lima belas tahun kamu tinggal di Indonesia? Apa dua tahun di Belanda benar-benar membuat kamu lupa dengan semua masa lalu kamu di sini? Bagas semakin merasa heran. “Iya mau kok, aku bisa aja nemenin kamu kapan aja kamu mau diajak berkeliling lingkungan sekolah. Kamu pindahan dari mana?”
“Aku dari Belanda.”
Nah kan benar, dia pasti Rara sahabat ku. “Rara, apa kamu ingat dengan asrama Cannopuz Dunn?”
“Hari pertama aku menginjakkan kaki ke Jakarta, aku diajak kakek serta Ny Cecil ke asrama itu. Kata mereka, dulu aku tinggal di sana. Tapi aku merasa asing dengan tempat itu, aku nggak pernah melihat tempat itu sebelumnya. Aku juga heran kenapa mereka harus mengajakku ke tempat itu.”
“Lantas apa yang kamu ingat dari Indonesia ini? Asrama Cannopuz Dunn saja kamu tidak ingat.”
“Nggak ada yang aku ingat Gas.”
Mendengar jawaban Rara tersebut Bagas merasa seperti disambar petir di siang hari. “Tidak ada yang diingtanya, ia tidak ingat Cannopuz Dunn padahal sejak kecil ia tinggal di tempat itu, tidak ingat padaku, sahabatnya sejak kecil dan pasti dia juga tidak ingat pada janjinya dulu sebelum berangkat ke Belanda bahwa ia pasti kembali untuk menemui ku. Ya Tuhan, apa yang terjadi pada Rara mengapa ia lupa dengan semua masa lalunya?” ucap Bagas dalam hatinya.
“Oya Gas, kenapa kamu menanyakan asrama itu? Kamu tahu tentang asrama itu ya?”
“Ya ampun Rara, asrama itu tempat kita tinggal dulu. Kita main bersama, belajar bersama, menyampaikan permohonan kepada bintang jatuh bersama. Kita selalu bersama di asrama itu. Ingatkah kamu Rara?” Bagas berkata dengan penuh perasaan sambil menatap lekat wajah Rara.
“Aku nggak ingat Gas, aku nggak tahu. Semenjak kecelakaan itu. Aku kehilangan ingatan ku, sampai saat ini aku masih belum menemukan serpihan-serpihan masa laluku.” Pernyataannya itu membuatnya meneteskan air mata.
Bagas pun kini mengerti mengapa Rara tidak ingat semua hal mengenai Cannopuz Dunn, ternyata kecelakaan yang dialaminya di Belanda membuatnya amnesia sampai saat ini. Akhirnya Bagas dengan tenang menceritakan satu per satu perihal mengenai Cannopuz Dunn dan mengenai persahabatan mereka. Hingga akhirnya Rara sadar bahwa Bagas adalah sahabatnya sejak kecil. Obrolan itu tidak lagi haru, karena Bagas mulai menceritakan hal-hal menarik dan lucu yang pernah mereka lalui bersama. Kedua sahabat itu nampak sangat bahagia dengan tawa lepasnya, dan mereka berjanji akan menjaga persahabatan yang dibina sejak dulu itu, kini dan sampai nanti.
Tiba-tiba “Gubrrraaakk..” Rara terjatuh dari kasur tempatnya tidur. Rara mengaduh kesakitan. Lalu bergegas mengumpulkan setengah nyawanya yang hilang akibat terbangun dari tidur dengan cara yang kurang menyenagkan. Rara meraba matanya, yang dirasakannya masih sama seperti sebelum ia tertidur, semuanya gelap, tidak ada satu bentuk bayanganpun yang dapat dilihatnya lalu ia berucap “Yahh ternyata cuma mimpi”.